Monday, July 21, 2014

Tingkatan Puasa Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin membagi puasa dalam
tiga tingkatan:
1) Puasa orang awam,
2) Puasa orang khusus, dan 
3) Puasa orang super khusus.

Tingkatan pertama, iaitu puasa orang awam, adalah puasa yang hanya menahan perut (dari makan dan minum) dan kemaluan dari memperturutkan syahwat, namun masih tetap (dan tidak mampu) melepaskan diri dari perbuatan dosa dan maksiat. Imam al-Ghazali pernah berkata: “Berapa ramai orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan dari puasanya itu selain lapar dan haus. Sebab, hakikat puasa itu adalah menahan hawa nafsu, bukanlah sekadar menahan lapar dan haus. Boleh jadi orang tersebut memandang yang haram, Ghibah dan berdusta. Maka yang demikian itu membatalkan hakikat puasa.”

Golongan ini adalah orang-orang yang oleh Nabi Muhammad SAW disebut sebagai golongan orang-orang yang merugi, kerana mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Jumlah golongan ini sangat ramai, bahkan majoriti di antara orang-orang yang berpuasa. Seboleh mungkin kita berusaha agar tidak termasuk golongan ini dengan mengamalkan puasa tingkatan kedua, iaitu puasa orang khusus (orang-orang sholeh)Puasa orang-orang sholeh adalah puasa yang selain menahan perut dan kemaluan, juga menahan semua anggota badan dari berbagai dosa dan maksiat. Menurut Imam al-Ghazali, kesempurnaannya ada 7 perkara:

Pertama, menundukkan pandangan dan menahannya dari memandang hal yang diharamkan, dicela dan dibenci (makruh) oleh agama dan norma, dan dari setiap hal yang dapat menyibukkan diri dari mengingat Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Lima hal yang dapat membatalkan puasa: berkata dusta, ghibah (mengumpat orang), memfitnah, sumpah dusta dan memandang dengan syahwat.” (HR. Al-Azdiy).

Kedua, menjaga lisan dari membual, dusta, ghibah, perkataan kasar, pertengkaran, perdebatan yang tidak berguna dan mengendalikan lisan dengan diam, dzikir dan membaca Al-qur’an. Rasulullah SAW bersabda: “Puasa adalah perisai (tabir penghalang dari perbuatan dosa). Maka apabila seseorang dari kamu sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan sesuatu yang keji dan janganlah ia berbuat jahil.” (HR. Bukhari - Muslim). Dalam riwayat yang lain, Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak dapat meninggalkan perkataan kotor dan dusta selama berpuasa, maka Allah SWT tidak berhajat kepada puasanya.” (HR. Bukhari)

Ketiga, menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci karena setiap hal yang diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarnya. Keempat, menjaga semua anggota badan seperti tangan dan kaki dari dari berbagai dosa dan hal-hal yang dibenci, menahan perut dari memakan makanan yang subhat (meragukan) pada saat berbuka.

Kelima, tidak memperbanyak makanan pada saat berbuka sampai penuh perutnya, kerana tidak ada wadah yang dibenci oleh Allah kecuali perut yang penuh dengan makanan (meski makanan tersebut halal). Bagaimana puasa boleh bermanfaat untuk menundukkan musuhnya (setan) dan mengalahkan syahwatnya, jika orang yang berpuasa pada saat berbuka tidak mampu menahan nafsu perutnya?

Keenam, mengurangi tidur. Banyak orang yang termakan oleh hadith dhaif (lemah) “tidurnya orang berpuasa adalah ibadah”, padahal telahmenjadi kebiasaan Rasulullah SAW, apabila bulan Ramadhan tiba, beliau melipat alas tidurnya (mengurangi tidur), mengetatkan sarungnya (yakni bersungguh-sungguh dalam ibadah), serta mengajak keluarganya berbuat seperti itu pula. (HR. Bukhari-Muslim).

Ketujuh, cemas dan harap kerana takut kepada Allah. Hendaklah hatinya dalam keadaan ”tergantung” dan “terguncang” antara cemas dan harap kerana tidak tahu apakah puasanya diterima dan termasuk golongan yang muqorrobin atau puasanya ditolak sehingga termasuk orang yang merugi. Keadaan ini akan menjaga kita dari rasa riya’ dan takbur, merasa kebaikan yang dilakukan diterima oleh Allah SWT, padahal belum tentu demikian. Dengan memiliki sifat ini, kesinambungan (istiqomah) ibadah puasa dan amalan sholih selama Ramadhan akan tetap terjaga.

Tingkatan puasa yang terakhir adalah, puasanya orang super khusus, iaitu puasa yang disertai dengan puasa hati dari berbagai keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga, juga menjaga hati dari selain Allah secara keseluruhan. Puasa ini akan menjadi ”batal” karena pikiran selain
Allah (segala pikiran tentang dunia, apapun bentuknya). Ini adalah puasanya para Nabi dan Rasul Allah SWT. 

Kalau begitu, bagaimana dengan puasa kita. Semoga kita berjaya dalam menghadai ujian ini…Amin Ya Rabbal ’alamin.

---
Consultant-Speaker-Motivator: www.ahmad-sanusi-husain.com 
Alfalah Consulting - Kuala Lumpur : www.alfalahconsulting.com
Islamic Investment Malaysia: www.islamic-invest-malaysia.com
Pelaburan Unit Amanah Islam: www.unit-amanah-islam.com

No comments:

Post a Comment